Kamis, 26 Juli 2012

Asal Usul Harlah Kota Pati


Sejarah Singkat

HARI JADI
KAB. PATI KE-671

7 Agustus 1994

SEJARAH RINGKAS HARI JADI KABUPATEN PATI

Untuk menelusuri Hari Jadi Kabupaten Pati, bupati KDH. Tk. II Pati membentuk Tim Penyusunan dan Penelitian Hari Jadi Kabupaten Pati dengan Surat Keputusan No. 003.3/869 tanggal 19 November 1992.
Tim Penyusunan dan Penelitian bersepakat bahwa untuk penelitian Hari Jadi Kabupaten Pati berpangkal tolak dari beberapa gambar yang terdapat pada Lambang Daerah Kabupaten Pati yang sudah disahkan dalam Peraturan Daerah No. 1 Th. 1971.
Gambar yang dimaksud berupa:
“KERIS RAMBUT PINUNTUNG DAN KULUK KANIGARA”
Menurut cerita rakyat dari mulut ke mulut yang terdapat juga pada kitab babad Pati dan kitab babad lainnya, dua pusaka itu merupakan lambang kekuasaan dan kekuatan yang juga merupakan simbol kesatuan dan persatuan.
Barang siapa yang memiliki dua pusaka tersebut, akan mampu menguasai dan berkuasa memerintah di Pulau Jawa. Adapun yang memiliki dua pusaka tersebut adalah Raden Sukmayana penggede Majasemi andalan Kadipaten Carangsoka.
Menjelang akhir abad ke XIII sekitar tahun 1290 masehi di Pulau Jawa vakum penguasa pemerintahan yang berwibawa. Kerajaan Pajajaran mulai runtuh, Kerajaan Singasari surut, sedang Kerajaan majapahit belum berdiri.
Di Pantai Utara Jawa Tengah sekitar Gunung Muria bagian timur muncul penguasa lokal yang mengangkat dirinya sendiri sebagai Adipati, wilayah kekuasaannya disebut Kadipaten.
Ada dua penguasa lokal di wilayah itu, yaitu:
1.     Penguasa Kadipaten Paranggaruda, Adipatinya bernama Yudhapati. Wilayah kekuasaannya meliputi Sungai Juwana ke selatan, sampai pegunungan Gamping Utara berbatasan dengan Kabupaten Grobogan. Mempunyai seorang putra bernama Raden Jasari.
2.     Penguasa Kadipaten Carangsoka, Adipatinya bernama Puspa Andugjaya, wilayah kekuasaannya meliputi semua Sungai Juwana sampai Pantai Utara Jawa Tengah bagian timur. Adipati Carangsoka mempunyai seorang putri bernama Rara Rayungwulan.
Kedua Kadipaten tersebut hidup rukun dan damai, saling menghormati dan saling menghargai. Untuk menlestarikan kerukunan dan memerkuat tali persaudaraan itu, kedua Adipati tersebut bersepakat untuk mengawinkan putra-putrinya itu. Utusan Adipati Paranggaruda untuk meminang Putri Rayung Wulan telah diterima. Namun calon mempelai putri minta bebana agar pada saat pahargyan boja wiwaha daup (resepsi) dimeriahkan dengan pagelaran wayang dengan dalang kondang yang bernama Sapanyana.
Untuk memenuhi bebana itu, Adipati Paranggaruda menugaskan penggede kemaguhan yang bernama Yuyurumpung agul-agul Paranggaruda. Sebelum melaksanakan tugasnya lebih dulu Yuyurumpung berniat melumpuhkan kewibawaan Kadipaten Carangsoka dengan cara menguasai dua pusaka milik Sukmayana di Majasemi. Dengan bantuan Sodong Majeruk, kedua pusaka itu dapat dicurinya. Namun sebelum kedua pusaka itu diserahkan kepada Yuyurumpung, dapat direbut kembali oleh Sondong Makerti dari Wedari. Bahkan Sondong Majeruk tewas dalam perkelahian dengan Sondong Makerti. Dan pusaka itu diserahkan kembali kepada Raden Sukmayana.
Usaha Yuyurumpung untuk menguasai dan memiliki dua pusaka itu gagal.
Walaupun demikian, Yuyurumpung tetap melanjutkan tugasnya untuk mencari Dalang Sapanyana agar perkawinan Putra Adipati Paranggaruda tidak mengalami kegagalan.
Pada malam pahargyan bojana wiwaha (resepsi) perkawinan dapat diselenggarakan di Kadipaten Carangsoka dengan pagelaran wayang oleh Ki Dalang Sapanyana. Diluar dugaan, pahargyan baru saja dimulai tiba-tiba mempelai putri meninggalkan kursi pelaminan menuju ke panggung dan seterusnya melarikan diri bersama Dalang Sapanyana.
Pahargya perkawinan antara Raden Jasari dan Rara Rayungwulan gagal total. Adipati Yudhapati merasa dipermalukan. Emosinya tidak dapat dikendalikan lagi. Sekaligus menyatakan permusuhan terhadap Adipati Carangsoka. Dan peperangan tidak dapat dielakkan. Raden Sukmayana dari Kadipaten Carangsoka memimpin prajurit Carangsoka, mengalaimi luka parah dan kemudian wafat. Raden Kembangjaya (Adik ipar Raden Sukmayana) meneruskan peperangan. Dengan dibantu oleh dalang Sapanyana dan menggunakan kedua pusaka itu, dapat menghancurkan prajurit Paranggaruda. Adipati paranggaruda, Yudhapati gugur dalam palagan membela kehormatan dan gengsinya.
Oleh Adipati Carangsoka, karena jasanya Raden Kembangjaya dikawinkan dengan Rara Rayungwulan, kemudian diangkat menjadi penganti Carangsoka. Sedang Dalang Sapanyana diangkat menjadi patihnya dengan nama Singasari.
Untuk mengatur pemerintahan yang semakin wilayahnya ke selatan, Adipati Raden Kembangjaya memindahkan pusat pemerintahannya dari Carangsoka ke Desa Kemiri dengan mengganti nama Kadipaten Pesantenan. Adipati Jayakusuma hanya mempunyai seorang putra tunggal yaitu Raden Tambra. Setelah ayahnya wafat, Raden Tambra diangkat menjadi pengganti Adipati Pesantenan, dengan gelar Adipati Tambranegara.
Dalam tugas menjalankan pemerintahan Adipati Tambranegara bertindak arif dan bijaksana. Menjadi songsong agung yang sangat memerhatikan nasib rakyatnya, serta menjadi pengayom bagi hamba sahayanya. Kehidupan rakyatnya penuh dengan kerukunan, kedamaian, ketenangan, dan kesejahteraannya semakin meningkat. Untuk dapat mengembangkan pembangunan dan memajukan pemerintahan diwilayahnya, Adipati Raden Tambranegara memindahkan pusat pemerintahan Kadipaten Pesantenan yang semula berada di Desa Kemiri menuju ke arah barat, yaitu di Desa Kaborongan, dan mengganti nama Kadipaten Pesantenan menjadi Kadipaten Pati.
Dalam prasasti Tuhanbaru, yang ditemukan di Desa Sidateka, wilayah Kabupaten Mojokerto yang dimuseum di Trowulan. Prasasti itu terdapat pada delapan lempengan baja dan bertuliskan huruf Jawa kuno. Pada lempengan yang keempat antara lain berbunyi bahwa: ............... Raja Majapahit, Raden Jayanegara menambah gelarnya dengan ABHISEKA WIRALANDA GOPALA pada 13 Desember 1323. Dengan patihnya yang setia dan berani bernama DIYAH MALAYUDA dengan gelar RAKAI. Pada saat pengumuman itu bersamaan juga dengan pisuwanan agung agung dari Kadipaten pantai utara Jawa Tengah bagian timur termasuk Raden Tambranegara berada di dalamnya. Raja Jayanegara dari Majapahit mengakui wilayah kekuasaan para Adipati itu dengan memberi ststus sebagai tanah perdikan, dengan syarat bahwa para Adipati itu setiap tahun harus menyerahkan upeti berupa bunga.
Bahwa Adipati Raden Tambranegara juga hadir dalam Pisuwanan agung di Majapahit itu terdapat juga dalam Kitab Babad Pati, yang disusun oleh K.M. Sosro Sumarto dan S. Dibyosudiro, diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1980. Halaman 34, Pupuh Dandanggula pada: 12 yang lengkapnya berbunyi: ........... Tambranegara Pati “ Sumewo “ maring majalengka. Brawijaya kedua, majalengka adalah Majapahit........
“ .... Kratonnya ing satanah Jawi angalih
Majapahit, ingkang jumeneng Ratu Brawijaya
ingkang kaping kalih, ya Jaka Pekik nama,
Raden Tambranegara sumewa maring, Kraton
Majalengka ...... “
Berdasarkan hal tersebut,  jelaslah bahwa Raden Tambranegara Adipati Pati turut serta hadir dalam pisuwanan di Majapahit.
Menurut tradisi budaya pertanian (kultur agraris) kelompok masyarakat atau perorangan jika mengadakan kerja besar, misalnya melaksanakan pernikahan putranya, khitanan, mendirikan rumah, merehap rumah, atau pindahan ke lain tempat selalu mengusahakan tanggal yang baik. Dengan tujuan agar sesuatunya dapat berjalan dengan lancar, baik, selamat serta mendatangkan rejeki. Hari dan tanggal yang baik itu jika sesuai musim panen padi yang jatuh pada bulan Juli atau Agustus pada tiap tahunnya. Kalau pisuwanan agung yang dihadiri oleh Raden Tambranegara ke Majapahit pada tanggal 13 Desember 1323, maka diperkirakan bahwa pindahnya Kadipaten Pesantenan dari Desa Kemiri ke Desa Kaborongan dan menjadi Kadipaten Pati itu diperkirakan pada bulan Juli dan Agustus 1323.
Ada tiga tanggal yang baik pada bulan Juli dan Agustus 1323 itu yaitu: 3 Juli, 7 Agustus, dan 14 Agustus 1323.
Seminar Hari Jadi Kabupaten Pati yang diselenggarakan oleh Bapak Bupati KDH. Tk. II Pati pada tanggal 28 September 1993 di Pendopo Kabupaten Pati yang dihadiri oleh para perwakilan lapisan masyarakat Kabupaten Pati, para guru sejarah SLTA se Kabupaten Pati, Konsultas Dosen Fakultas Sastra dan Sejarah UNDIP Semarang secara musyawarah dan mufakat sepakat memutuskan bahwa tanggal 7 Agustus 1323 sebagai hari kepindahan Kadipaten Pesantenan di Desa Kemiri ke Desa Kaborongan menjadi Kadipaten Pati, menjadi momentum HARI JADI KABUPATEN PATI. Dengan surya sengkala “KRIDANE PANEMBAH GEBYARING BUMI”, yang bermkna “Dengan bekerja keras dan penuh doa kita gali Bumi Pati untuk meningkatkan kesejahteraan lahiriah dan batiniah”. Tanggal 7 Agustus 1323 sebagai HARI JADI KABUPATEN PATI telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pati Nomor: 2/1994 tanggal 31 Mei 1994.

Nama-nama Bupati/Adipati Kabupaten Pati yang Sempat Dicatat
No.
Nama
Keterangan
1.
RADEN TAMBRANEGARA
Sekitar Th. 1300
2.
RADEN TONDONEGARA
Tahun 1330
3.
ADIPATI KAYU BRALIT
1511 - 1518 (de-Graaff)
4.
KI AGENG PENJAWI
1568 - 1577
5.
RADEN SIDIK bergelar ADIPATI WASIS DJAYAKUSUMA
1577 - 1601 (de-Graaff)
6.
ADIPATI DJAYAKUSUMA II
1601 - 1628
7.
KI ARJA PAGEDONGAN/PENJARINGAN (DJAYAKUSUMA III)
1628 - 1640
8.
Setelah pemerintahan Adipati Pragola III, maka pemerintahan kosong tidak didirikan Adipati, tetapi pemerintahan pecah menjadi dua Katemenggungan dan tujuh Kademangan, yaitu Tumenggung:
a. Tumenggung Wetanan
b. Tumenggung Kulonan
Dan Tujuh Demang:
1. Demang Tenggeles
2. Demang Silowesi
3. Demang Cengkalsewu
4. Demang Glonggong
5. Demang Paselehan
6. Demang Mergotuhu
7. Demang Djuwono
9.
ADIPATI MANGOEN ONENG I (Lapeka)
s.d. 1678 (pakem)
10.
ADIPATI MANGOEN ONENG II (Widjo)
1678 - 1682
11.
TUMENGGUNG TIRTO NOTO (adik ADIPATI MANGOEN ONENG II)
1682 - 1690 (pakem)
12.
MANGOEN ONENG III (Abroenoto)
1690 - 1701
13.
ADIPATI SOEMA DIPOERO (putra Pengeran Kudus)
1701 - 1718
14.
PANGERAN KOENING (Pamegat Sari I)
1718 - 1720
Zie sejarah No. 428
15.
PANGERAN KOENING (Pamegat Sari II)
diasingkan Belanda ke Manado
16.
PAMEGAT SARI III (Raden Wiratmaja II)
th. 1761 dimakamkan di Muktisari
17.
PANGERAN ARYO PAMEGAT SARI III
diasingkan ke Belanda dan makamnya di Surabaya
18.
a. ADIPATI SOSRO DININGRAT
b. ADIPATI MANGKUKUSUMO
th. 1807
19.
KI AGENG ADIPATI TJONDRONEGORO
1808 - 1812
20.
ADIPATI RADEN TJONDRONEGORO III
1812 - 1829
21.
RADEN BAGUS MITA bergelar Kanjeng Pangeran Aryo Tjondrone-Adi Negoro
1829 - 1895
22.
RADEN BAGUS KASAN bergelar Raden Adipati Tjondro Adi Negoro
1896 - 23 Januari 1904
23.
RADEN TUMENGGUNG PRAWIRO WERDOYO
1904 - 1907
24.
RADEN ADIPATI ARYO SUWONDO
1907 - 1934
25.
KGP. DIPOKOESUMO
1934 - 1935
26.
RTA. MILONO
1935 - 1945
27.
M. MOERDJONO DJOJODIGDO
1945 - 1948
28.
R. SOEBIYANTO
1950 - 1952
29.
R. SOEKARDJI MANGOEN KOESOMO
1952 - 1954
30.
PALAL PRANOTO
PALAL PRANOTO
1954 - 1957
1957 - 1959
31.
M. SOEMARDI SOEROPRAWIRO
1957 - 1959
32.
M. SOECIPTO
1959 - 1967
33.
AK.B. POL. RADEN SOEHARGO DJOJO LUKITO
1967 - 1873
34.
KOL. POL. DRS. EDY RUSTAM SANTIKO
1973 - 1979
35.
KOL. INF. PANOEDJOE IDAYAT
1979 - 1981
36.
DRS. SOEPARTO
s.d. Agustus 1981
37.
KOL. ABT. SAOEDJI
6 Agustus 1981 - 20 September 1991
38.
KOL. KAV. SUNARDJI
20 September 1991 - sekarang

PANITIA HARI JADI
KABUPATEN PATI

__________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar